Nama
: Wahyu Prasetyo
Kelas : 2ID04
Npm : 36417147
Tugas
Pendidikan Kewarganegaraan
Elia Umbu Zasa, S.Th, M.Pd.K
STUDI
KOMPARATIF IMPLEMENTASI “CIVIC EDUCATION” PADA ERA ORDE BARU DENGAN MASA KINI
Rangkuman
Bab 1-3
Bab 1
BAGAIMANA HAKIKAT PENDIDIKAN
KEWARGANEGARAAN DALAM MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN UTUH SARJANA ATAU PROFESIONAL?
Belajar
tentang Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) pada dasarnya adalah belajar tentang
keindonesiaan, belajar untuk menjadi manusia yang berkepribadian Indonesia,
membangun rasa kebangsaan, dan mencintai tanah air Indonesia.
A. Menelusuri
Konsep dan Urgensi Pendidikan Kewarganegaraan dalam Pencerdasan Kehidupan
Bangsa
Pernahkah Anda memikirkan atau
memimpikan menjadi seorang sarjana atau profesional? Seperti apa sosok sarjana
atau profesional itu? Apa itu sarjana dan apa itu profesional? Coba kemukakan
secara lisan berdasar pengetahuan awal Anda. Bila Anda memimpikannya berarti
Anda tergerak untuk mengetahui apa yang dimaksud sarjana dan profesional yang
menjadi tujuan Anda menempuh pendidikan di perguruan tinggi ini. Meskipun
demikian, pemahaman Anda perlu diuji kebenarannya, apakah pengertian sarjana
atau profesional yang Anda maksud sama dengan definisi resmi.
Konsep warga negara (citizen; citoyen)
dalam arti negara modern atau negara kebangsaan (nation-state) dikenal sejak
adanya perjanjian Westphalia 1648 di Eropa sebagai kesepakatan mengakhiri
perang selama 30 tahun di Eropa. Berbicara warga negara biasanya terkait dengan
masalah pemerintahan dan lembaga-lembaga negara seperti lembaga Dewan
Perwakilan Rakyat, Pengadilan, Kepresidenan dan sebagainya. Dalam pengertian
negara modern, istilah
“warga negara” dapat berarti warga,
anggota (member) dari sebuah negara. Warga negara adalah anggota dari
sekelompok manusia yang hidup atau tinggal di wilayah hukum tertentu yang
memiliki hak dan kewajiban.
Di Indonesia, istilah “warga negara”
adalah terjemahan dari istilah bahasa Belanda, staatsburger. Selain istilah
staatsburger dalam bahasa Belanda dikenal pula istilah onderdaan. Menurut
Soetoprawiro (1996), istilah onderdaan tidak sama dengan warga negara melainkan
bersifat semi warga negara atau kawula negara. Munculnya istiah tersebut karena
Indonesia memiliki budaya kerajaan yang bersifat feodal sehingga dikenal
istilah kawula negara sebagai terjemahan dari onderdaan.
B. Menanya
Alasan Mengapa Diperlukan Pendidikan Kewarganegaraan
Mencermati arti dan
maksud pendidikan kewarganegaraan sebagaimana yang ditegaskan dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional yang menekankan pada pembentukan warga negara agar memiliki rasa
kebangsaan dan cinta tanah air, maka muncul pertanyaan bagaimana upaya para
pendiri negara dan pemimpin negara membentuk semangat kebangsaan dan cinta
tanah air.
C. Menggali
Sumber Historis, Sosiologis, dan Politik tentang Pendidikan Kewarganegaraan di
Indonesia
Buku pelajaran dapat
menunjang pendidikan kewarganegaraan suatu negara, mengapa? Untuk memahami
pendidikan kewarganegaraan di Indonesia, pengkajian dapat dilakukan secara
historis, sosiologis, dan politis. Secara historis, pendidikan kewarganegaraan
dalam arti substansi telah dimulai jauh sebelum Indonesia diproklamasikan
sebagai negara merdeka. Dalam sejarah kebangsaan Indonesia, berdirinya
organisasi Boedi Oetomo tahun 1908 disepakati sebagai Hari Kebangkitan Nasional
karena pada saat itulah dalam diri bangsa Indonesia mulai tumbuh kesadaran
sebagai bangsa walaupun belum menamakan Indonesia. Setelah berdiri Boedi
Oetomo, berdiri pula organisasi-organisasi pergerakan kebangsaan lain seperti
Syarikat Islam, Muhammadiyah, Indische Party, PSII, PKI, NU, dan organisasi
lainnya yang tujuan akhirnya ingin melepaskan diri dari penjajahan Belanda.
Pada tahun 1928, para pemuda yang berasal dari wilayah Nusantara berikrar menyatakan
diri sebagai bangsa Indonesia, bertanah air, dan berbahasa persatuan bahasa
Indonesia. Pada tahun 1930-an, organisasi kebangsaan baik yang berjuang secara
terang-terangan maupun diam-diam, baik di dalam negeri maupun di luar negeri
tumbuh bagaikan jamur di musim hujan. Secara umum, organisasiorganisasi
tersebut bergerak dan bertujuan membangun rasa kebangsaan dan mencita-citakan
Indonesia merdeka. Indonesia sebagai negara merdeka yang dicita-citakan adalah
negara yang mandiri yang lepas dari penjajahan dan ketergantungan terhadap
kekuatan asing. Inilah cita-cita yang dapat dikaji dari karya para Pendiri
Negara-Bangsa (Soekarno dan Hatta). Akhirnya Indonesia merdeka setelah melalui
perjuangan panjang, pengorbanan jiwa dan raga, pada tanggal 17 Agustus 1945.
Soekarno dan Hatta, atas nama bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaan
Indonesia. Setelah Indonesia menyatakan kemerdekaan, melepaskan diri dari
penjajahan, bangsa Indonesia masih harus berjuang mempertahankan kemerdekaan
karena ternyata penjajah belum mengakui kemerdekaan dan belum ikhlas melepaskan
Indonesia sebagai wilayah jajahannya. Oleh karena itu, periode pasca
kemerdekaan Indonesia, tahun1945 sampai saat ini, bangsa Indonesia telah
berusaha mengisi perjuangan mempertahankan kemerdekaan melalui berbagai cara,
baik perjuangan fisik maupun
diplomatis. Perjuangan
mencapai kemerdekaan dari penjajah telah selesai, namun tantangan untuk menjaga
dan mempertahankan kemerdekaan yang hakiki belumlah selesai.
Secara politis,
pendidikan kewarganegaraan mulai dikenal dalam pendidikan sekolah dapat digali
dari dokumen kurikulum sejak tahun 1957 sebagaimana dapat diidentifikasi dari
pernyataan Somantri (1972) bahwa pada masa Orde Lama mulai dikenal istilah: (1)
Kewarganegaraan (1957); (2) Civics (1962); dan (3) Pendidikan Kewargaan Negara
(1968). Pada masa awal Orde Lama sekitar tahun 1957, isi mata pelajaran PKn
membahas cara pemerolehan dan kehilangan kewarganegaraan, sedangkan dalam
Civics (1961) lebih banyak membahas tentang sejarah Kebangkitan Nasional, UUD,
pidato-pidato politik kenegaraan yang terutama diarahkan untuk "nation and
character building” bangsa Indonesia.
D. Membangun
Argumen tentang Dinamika dan Tantangan Pendidikan kewarganegaraan
Aristoteles (1995)
mengemukakan bahwa secara konstitusional “...different constitutions require
different types of good citizen... because there are different sorts of civic
function.” Apakah simpulan Anda setelah mengkaji pernyataan Aristoteles
tersebut? Mari kita samakan dengan argumen berikut ini. Secara implisit, setiap
konstitusi mensyaratkan kriteria warga negara yang baik karena setiap
konstitusi memiliki ketentuan tentang warga negara. Artinya, konstitusi yang
berbeda akan menentukan profil warga negara yang berbeda. Hal ini akan
berdampak pada model pendidikan kewarganegaraan yang tentunya perlu disesuaikan
dengan konstitusi yang berlaku.
Guna membentuk warga
negara yang baik, pendidikan kewarganegaraan di Amerika Serikat (AS)
membelajarkan warga mudanya tentang sistem presidensiil, mekanisme check and
balances, prinsip federalisme, dan nilai-nilai individual. Bentuklah kelompok
kecil untuk mendiskusikan, apakah PKn di Indonesia juga perlu membelajarkan hal
tersebut kepada warganya? Kemukakan alasanmu. Presentasikan hasil diskusi
kelompok.
E. Mendeskripsikan
Esensi dan Urgensi Pendidikan Kewarganegaraan untuk Masa Depan
Pernahkah Anda
memprediksi apa yang akan terjadi dengan negara-bangsa Indonesia pada tahun
2045 yakni Indonesia Generasi Emas? Pada tahun 2045, bangsa Indonesia akan
memperingati 100 Tahun Indonesia merdeka. Bagaimana nasib bangsa Indonesia pada
100 Tahun Indonesia merdeka? Berdasarkan hasil analisis ahli ekonomi yang
diterbitkan oleh Kemendikbud (2013) bangsa Indonesia akan mendapat bonus
demografi (demographic bonus) sebagai modal Indonesia pada tahun 2045 (Lihat
gambar tabel di bawah). Indonesia pada tahun 20302045 akan mempunyai usia
produktif (15-64 tahun) yang berlimpah. Inilah yang dimaksud bonus demografi.
Bonus demografi ini adalah peluang yang harus ditangkap dan bangsa Indonesia
perlu mempersiapkan untuk mewujudkannya. Usia produktif akan mampu berproduksi
secara optimal apabila dipersiapkan dengan baik dan benar, tentunya cara yang
paling strategis adalah melalui pendidikan, termasuk pendidikan
kewarganegaraan. Bagaimana kondisi warga negara pada tahun 2045? Apa tuntutan,
kebutuhan, dan tantangan yang dihadapi oleh negara dan bangsa Indonesia?
Benarkah hal ini akan terkait dengan masalah kewarganegaraan dan berdampak pada
kewajiban dan hak warga negara?
Gambar
I.8 Bonus demografi sebagai modal Indonesia 2045. Akankah bonus demografi ini
terwujud? Bagaimanakah upaya yang harus dilakukan? (Sumber: Kemendikbud (2013))
Memperhatikan
perkembangan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di masa
kontemporer, ada pertanyaan radikal yang dilontarkan, seperti “Benarkah bangsa
Indonesia saat ini sudah merdeka dalam makna yang sesungguhnya?”, “Apakah
bangsa Indonesia telah merdeka secara ekonomi?” Pertanyaan seperti ini sering
dilontarkan bagaikan bola panas yang berterbangan. Siapa yang berani menangkap
dan mampu menjawab pertanyaan tersebut? Anehnya, kita telah menyatakan
kemerdekaan tahun 1945, namun tidak sedikit rakyat Indonesia yang menyatakan
bahwa bangsa Indonesia belum merdeka. Tampaknya, kemerdekaan belumlah dirasakan
oleh seluruh rakyat Indonesia.
F. Rangkuman Hakikat dan Pentingnya Pendidikan
Kewarganegaraan
1. Secara
etimologis, pendidikan kewarganegaraan berasal dari kata “pendidikan” dan kata
“kewarganegaraan”. Pendidikan berarti usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya, sedangkan kewarganegaraan adalah segala
hal ihwal yang berhubungan dengan warga negara.
2. Secara
yuridis, pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik
menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.
3. Secara
terminologis, pendidikan kewarganegaraan adalah program pendidikan yang
berintikan demokrasi politik
4. Negara
perlu menyelenggarakan pendidikan kewarganegaraan karena setiap generasi adalah
orang baru yang harus mendapat pengetahuan, sikap/nilai dan keterampilan agar
mampu mengembangkan warga negara yang memiliki watak atau karakter yang baik
dan cerdas (smart and good citizen) untuk hidup dalam kehidupan bermasyarakat
5. Secara
historis, PKn di Indonesia awalnya diselenggarakan oleh organisasi pergerakan
yang bertujuan untuk membangun rasa kebangsaaan dan cita-cita Indonesia merdeka
6. Pendidikan
Kewarganegaraan senantiasa menghadapi dinamika perubahan dalam sistem
ketatanegaraan dan pemerintahan serta tantangan kehidupan berbangsa dan
bernegara.
7. PKn
Indonesia untuk masa depan sangat ditentukan oleh pandangan bangsa Indonesia,
eksistensi konstitusi negara, dan tuntutan dinamika perkembangan bangsa
G. Praktik
Kewarganegaraan 1
1. Identifikasi
sebuah masalah bangsa yang dapat diantisipasi melalui pendidikan
kewarganegaraan
2. Kumpulkanlah
data dan informasi untuk mendeskripsikan lebih lanjut tentang masalah tersebut
3. Kemukakan
program pendidikan kewarganegaraan seperti apa yang dapat dilakukan guna
mengantisipasi masalah tersebut
4. Susunlah
bentuk program tersebut secara tertulis
BAB
II
BAGAIMANA
ESENSI DAN URGENSI IDENTITAS NASIONAL SEBAGAI SALAH SATU DETERMINAN PEMBANGUNAN
BANGSA DAN KARAKTER
Identitas umumnya
berlaku pada entitas yang sifatnya personal atau pribadi. Sebagai contoh, orang
dikenali dari nama, alamat, jenis kelamin, agama, dan sebagainya. Hal demikian
umum dikenal sebagai identitas diri. Setiap negara yang merdeka dan berdaulat
sudah dapat dipastikan berupaya memiliki identitas nasional agar negara
tersebut dapat dikenal oleh negara-bangsa lain dan dapat dibedakan dengan
bangsa lain. Identitas nasional mampu menjaga eksistensi dan kelangsungan hidup
negarabangsa. Negara-bangsa memiliki kewibawaan dan kehormatan sebagai bangsa
yang sejajar dengan bangsa lain serta akan menyatukan bangsa yang bersangkutan.
Melalui pembelajaran diharapkan
memiliki sejumlah kompetensi, yakni peduli terhadap identitas nasional sebagai
salah satu determinan dalam pembangunan bangsa dan karakter yang bersumber dari
nilai-nilai Pancasila, mampu menganalisis esensi dan urgensi identitas nasional
sebagai salah satu determinan dalam pembangunan bangsa dan karakter yang
bersumber dari nilai-nilai Pancasila.
A.
Menelusuri Konsep dan Urgensi Identitas
Nasional
Secara
etimologis identitas nasional berasal dari dua kata “identitas” dan “nasional, Konsep
identitas nasional dibentuk oleh dua kata dasar, ialah “identitas” dan
“nasional”, kata identitas berasal dari kata “identity. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI), identitas berarti ciri-ciri atau keadaan khusus
seseorang atau jati diri. Dengan demikian identitas menunjuk pada ciri atau
penanda yang dimiliki oleh sesorang, pribadi dan dapat pula kelompok, identitas
penting yang harus dimiliki oleh setiap warga negara Indonesia saat ini adalah
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Setiap warga negara Indonesia yang telah
memiliki penghasilan wajib memiliki NPWP sebagai sarana melaksanakan hak dan
kewajiban perpajakan.
Kata
nasional berasal dari kata “national” (Inggris) yang dalam Oxford Advanced
Learner’s Dictionary berarti: (1) connected with a particular nation; shared by
a whole nation; (2) owned, controlled or financially supported by the federal,
government. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “nasional” berarti bersifat
kebangsaan; berkenaan atau berasal dari bangsa sendiri; meliputi suatu bangsa. Dalam
konteks pendidikan kewarganegaraan, identitas nasional lebih dekat dengan arti
jati diri yakni ciri-ciri atau karakeristik, perasaan atau keyakinan tentang
kebangsaan yang membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa lain. Silakan membuka
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) pada
Bab XV tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan Pasal
35, 36A, 36 B, dan 36 C. Bendera Negara Indonesia, Bahasa Negara, dan Lambang
Negara, serta Lagu Kebangsaan merupakan identitas nasional bagi negara-bangsa
Indonesia.
Untuk
lebih memahami ketentuan tentang identitas nasional tersebut, dianjurkan untuk
mengkaji ketentuan Bendera Negara Indonesia, Bahasa Negara, dan Lambang Negara,
serta Lagu Kebangsaan yang telah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu
Kebangsaan.
Soedarsono
(2002) menyatakan “Jati diri adalah siapa diri Anda sesungguhnya.” Makna
identitas dalam konteks ini digambarkan sebagai jati diri individu manusia.
Jati diri sebagai sifat dasar manusia. Dinyatakannya bahwa jati diri merupakan
lapis pertama yang nantinya menentukan karakter seseorang dan kepribadian
seseorang. Identitas nasional bagi bangsa Indonesia akan sangat ditentukan oleh
ideologi yang dianut dan norma dasar yang dijadikan pedoman untuk berperilaku.
Semua identitas ini akan menjadi ciri yang membedakan bangsa Indonesia dari
bangsa lain.
Bagi
bangsa Indonesia, jati diri tersebut dapat tersimpul dalam ideologi dan
konstitusi negara, ialah Pancasila dan UUD NRI 1945, Seluruh rakyat Indonesia
telah melaksanakan Pancasila dan UUD NRI 1945 dalam setiap kehidupan
sehari-hari, kapan saja dan di mana saja, sebagai identitas nasionalnya
Konsep
jati diri atau identitas bangsa Indonesia dibahas secara luas dan mendalam oleh
Tilaar (2007) dalam buku yang berjudul MengIndonesia Etnisitas dan Identitas
Bangsa Indonesia. Diakui bahwa mengkaji masalah jati diri bangsa Indonesia
merupakan sesuatu yang pelik, Jati diri bangsa Indonesia merupakan suatu hasil
kesepakatan bersama bangsa tentang masa depan berdasarkan pengalaman masa lalu.
Jati diri bangsa harus selalu mengalami proses pembinaan melalui pendidikan
demi terbentuknya solidaritas dan perbaikan nasib di masa depan.
Konsep
identitas nasional dalam arti jati diri bangsa dapat ditelusuri dalam buku
karya Kaelan (2002) yang berjudul Filsafat Pancasila. Menurut Kaelan (2002)
jati diri bangsa Indonesia adalah nilai-nilai yang merupakan hasil buah pikiran
dan gagasan dasar bangsa Indonesia tentang kehidupan yang dianggap baik yang
memberikan watak, corak, dan ciri masyarakat Indonesi.
Perlu
kiranya dipahami bahwa Pancasila merupakan identitas nasional Indonesia yang
unik. Pancasila bukan hanya identitas dalam arti fisik atau simbol, layaknya
bendera dan lambang lainnya. Pancasila adalah identitas secara non fisik atau
lebih tepat dikatakan bahwa Pancasila adalah jati diri bangsa (Kaelan, 2002). menurut
Hardono Hadi (2002) jati diri itu mencakup tiga unsur yaitu kepribadian,
identitas, dan keunikan. Pancasila sebagai jati diri bangsa lebih dimaknai
sebagai kepribadian (sikap dan perilaku yang ditampilkan manusia Indonesia)
yang mencerminkan lima nilai Pancasila.
Selain
itu dengan sikap dan perilaku yang ditampilkan, Pancasila sebagai jati diri
bangsa akan menunjukkan identitas kita selaku bangsa Indonesia yakni ada unsur
kesamaan yang memberi ciri khas kepada masyarakat Indonesia dalam
perkembangannya dari waktu ke waktu.
B.
Menanya Alasan Mengapa Diperlukan
Identitas Nasional
Melainkan
sejauh mana Pancasila tersebut telah dipahami, dihayati, dan diamalkan oleh
seluruh rakyat Indonesia sehingga manusia Indonesia yang berkepribadian
Pancasila tersebut memiliki pembeda bila dibandingkan dengan bangsa lain.
Pembeda yang dimaksud adalah kekhasan positif, yakni ciri bangsa yang beradab,
unggul, dan terpuji, bukanlah sebaliknya yakni kekhasan yang negatif, bangsa
yang tidak beradab, bangsa yang miskin, terbelakang, dan tidak terpuji.
C.
Menggali Sumber Historis, Sosiologis,
Politik tentang Identitas Nasional Indonesia
Identitas
primer dinamakan juga identitas etnis yakni identitas yang mengawali terjadinya
identitas sekunder, sedangkan identitas sekunder adalah identitas yang dibentuk
atau direkonstruksi berdasarkan hasil kesepakatan bersama. Bangsa Indonesia
yang memiliki identitas primer atau etnis atau suku bangsa lebih dari 700 suku
bangsa telah bersepakat untuk membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia
dengan menyatakan proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945. Identitas
etnis yang terwujud antara lain dalam bentuk budaya etnis yang dikembangkan
agar memberi sumbangan bagi pembentukan budaya nasional dan akhirnya menjadi
identitas nasional
Secara
historis, khususnya pada tahap embrionik, identitas nasional Indonesia ditandai
ketika munculnya kesadaran rakyat Indonesia sebagai bangsa yang sedang dijajah
oleh asing pada tahun 1908 yang dikenal dengan masa Kebangkitan Nasional
(Bangsa). Pembentukan identitas nasional melalui pengembangan kebudayaan
Indonesia telah dilakukan jauh sebelum kemerdekaan. Menurut Nunus Supardi
(2007) kongres kebudayaan di Indonesia pernah dilakukan sejak 1918 yang
diperkirakan sebagai pengaruh dari Kongres Budi Utomo 1908 yang dipelopori oleh
dr. Radjiman Widyodiningrat. Kongres ini telah memberikan semangat bagi bangsa
untuk sadar dan bangkit sebagai bangsa untuk menemukan jati diri.
Setelah
proklamasi kemerdekaan, Kongres Kebudayaan diadakan di Magelang pada 20-24
Agustus 1948 dan terakhir di Bukittinggi Sumatera Barat pada 20-22 Oktober
2003. Menurut Tilaar (2007) kongres kebudayaan telah mampu melahirkan kepedulian
terhadap unsur-unsur budaya lain, berdirinya sejumlah organisasi kemasyarakatan
bergerak dalam berbagai bidang, seperti bidang perdagangan, keagamaan hingga
organisasi politik. Tumbuh dan berkembangnya sejumlah organisasi kemasyarakatan
mengarah pada kesadaran berbangsa.
Identitas
nasional bersifat buatan, dan sekunder. Bersifat buatan karena identitas
nasional itu dibuat, dibentuk, dan disepakati oleh warga bangsa sebagai
identitasnya setelah mereka bernegara. Bersifat sekunder karena identitas
nasional lahir kemudian bila dibandingkan dengan identitas kesukubangsaan yang
memang telah dimiliki warga bangsa itu secara askriptif, Berbagai pendapat
(Tilaar, 2007; Ramlan Surbakti, 2010, Winarno, 2013) menyatakan bahwa proses
pembentukan identitas nasional umumnya membutuhkan waktu, upaya keras, dan
perjuangan panjang di antara warga bangsa-negara yang bersangkutan
Setelah
bangsa Indonesia lahir dan menyelenggarakan kehidupan bernegara selanjutnya
mulai dibentuk dan disepakati apa saja yang dapat dijadikan identitas nasional
Indonesia. Dengan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara hingga saat
ini, dapat dikatakan bangsa Indonesia relatif berhasil dalam membentuk
identitas nasionalnya, secara sosiologis, identitas nasional telah terbentuk
dalam proses interaksi, komunikasi, dan persinggungan budaya secara alamiah
baik melalui perjalanan panjang menuju Indonesia merdeka maupun melalui
pembentukan intensif pasca kemerdekaan
Apabila
negara diibaratkan sebagai individu manusia, maka secara sosiologis, individu
manusia Indonesia akan dengan mudah dikenali dari atribut yang melekat dalam
dirinya, Perbedaan antarindividu manusia dapat diidentifikasi dari aspek fisik
dan psikis. Aspek fisik dapat dikenali dari unsur-unsur seperti tinggi dan
berat badan, bentuk wajah/muka, kulit, warna dan bentuk rambut, dan lain-lain.
Sedangkan aspek psikis dapat dikenali dari unsur-unsur seperti kebiasaan, hobi
atau kesenangan, semangat, karakter atau watak, sikap, dan lain-lain.
Soemarno
Soedarsono (2002) telah megungkapkan tentang jati diri atau identitas diri
dalam konteks individual. Ada suatu ungkapan yang menyatakan bahwa baiknya
sebuah negara ditentukan oleh baiknya keluarga, dan baiknya keluarga sangat
ditentukan oleh baiknya individu, secara politis, beberapa bentuk identitas
nasional Indonesia yang dapat menjadi penciri atau pembangun jati diri bangsa
Indonesia meliputi: bendera negara Sang Merah Putih, bahasa Indonesia sebagai
bahasa nasional atau bahasa negara, lambang negara Garuda Pancasila, dan lagu
kebangsaan Indonesia Raya.
Bentuk-bentuk
identitas nasional Indonesia pernah dikemukakan pula oleh Winarno (2013)
sebagai berikut: (1) Bahasa nasional atau bahasa persatuan adalah Bahasa
Indonesia; (2) Bendera negara adalah Sang Merah Putih; (3) Lagu kebangsaan
adalah Indonesia Raya; (4) Lambang negara adalah Garuda Pancasila; (5) Semboyan
negara adalah Bhinneka Tunggal Ika; (6) Dasar falsafah negara adalah Pancasila;
(7) Konstitusi (Hukum Dasar) Negara adalah UUD NRI 1945; (8) Bentuk Negara
Kesatuan Republik Indonesia; (9) Konsepsi Wawasan Nusantara; dan (10)
Kebudayaan daerah yang telah diterima sebagai kebudayaan nasional.
Empat
identitas nasional pertama meliputi bendera, bahasa, dan lambang negara, serta
lagu kebangsaan diatur dalam peraturan perundangan khusus yang ditetapkan dalam
Undang-Undang No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara
serta Lagu Kebangsaan. (1) bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu
kebangsaan Indonesia merupakan sarana pemersatu, identitas, dan wujud
eksistensi bangsa yang menjadi simbol kedaulatan dan kehormatan negara
sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945; dan (2) bahwa bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu
kebangsaan Indonesia merupakan manifestasi kebudayaan yang berakar pada sejarah
perjuangan bangsa, kesatuan dalam keragaman budaya, dan kesamaan dalam
mewujudkan cita-cita bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Menurut
sumber legal-formal, empat identitas nasional pertama meliputi bendera, bahasa,
dan lambang negara serta lagu kebangsaan.
1. Bendera
negara Sang Merah Putih
Ketentuan tentang Bendera Negara diatur
dalam UU No.24 Tahun 2009 mulai Pasal 4 sampai Pasal 24, bendera warna merah
putih dikibarkan pertama kali pada tanggal 17 Agustus 1945 namun telah
ditunjukkan pada peristiwa Sumpah Pemuda Tahun 1928. Bendera
Negara yang dikibarkan pada Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia tanggal 17
Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56 Jakarta disebut Bendera Pusaka
Sang Saka Merah Putih.
2. Bahasa
Negara Bahasa Indonesia
Ketentuan tentang Bahasa Negara diatur
dalam Undang-undang No. 24 Tahun 2009 mulai Pasal 25 sampai Pasal 45. Bahasa
Indonesia sebagai bahasa negara merupakan hasil kesepakatan para pendiri NKRI.
Bahasa Indonesia berasal dari rumpun bahasa Melayu yang dipergunakan sebagai
bahasa pergaulan (lingua franca) dan kemudian diangkat dan diikrarkan sebagai
bahasa persatuan pada Kongres Pemuda II tanggal 28 Oktober 1928.
3. Lambang
Negara Garuda Pancasila
Ketentuan tentang Lambang Negara diatur
dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2009 mulai Pasal 46 sampai Pasal 57. Garuda
adalah burung khas Indonesia yang dijadikan lambang negara, . Pada perisai
terdapat lima buah ruang yang mewujudkan dasar Pancasila sebagai berikut:
a. dasar
Ketuhanan Yang Maha Esa dilambangkan dengan cahaya di bagian tengah perisai
berbentuk bintang yang bersudut lima;
b. dasar
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dilambangkan dengan tali rantai bermata
bulatan dan persegi di bagian kiri bawah perisai;
c. dasar
Persatuan Indonesia dilambangkan dengan pohon beringin di bagian kiri atas
perisai;
d. dasar
Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan dilambangkan dengan kepala banteng di bagian kanan
atas perisai; dan
e. dasar
Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia dilambangkan dengan kapas dan
padi di bagian kanan atas perisai.
4. Lagu
Kebangsaan Indonesia Raya
Ketentuan tentang Lagu kebangsaan
Indonesia Raya diatur dalam UU No. 24 Tahun 2009 mulai Pasal 58 sampai Pasal
64. Indonesia Raya sebagai lagu kebangsaan pertama kali dinyanyikan pada
Kongres Pemuda II tanggal 28 Oktober 1928.
5. Semboyan
Negara Bhinneka Tunggal Ika
Bhinneka Tunggal Ika artinya
berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Semboyan ini dirumuskan oleh para the
founding fathers mengacu pada, kondisi masyarakat Indonesia yang sangat
pluralis yang dinamakan oleh Herbert Feith (1960), seorang Indonesianist yang
menyatakan bahwa Indonesia sebagai mozaic society.
6. Dasar
Falsafah Negara Pancasila
Pancasila memiliki sebutan atau fungsi
dan kedudukan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Pancasila berfungsi
sebagai dasar negara, ideologi nasional, falsafah negara, pandangan hidup
bangsa, way of life, dan banyak lagi fungsi Pancasila. Rakyat Indonesia
menganggap bahwa Pancasila sangat penting karena keberadaannya dapat menjadi
perekat bangsa, pemersatu bangsa, dan tentunya menjadi identitas nasional.
Dengan kata lain, Pancasila sebagai
identitas nasional memiliki makna bahwa seluruh rakyat Indonesia seyogianya
menjadikan Pancasila sebagai landasan berpikir, bersikap, dan berperilaku dalam
kehidupan sehari-hari. Cara berpikir, bersikap, dan berperilaku bangsa
Indonesia tersebut menjadi pembeda dari cara berpikir, bersikap, dan
berperilaku bangsa lain.
D.
Membangun Argumen tentang Dinamika dan Tantangan
Identitas Nasional Indonesia
1. Lunturnya
nilai-nilai luhur dalam praktik kehidupan berbangsa dan bernegara (contoh:
rendahnya semangat gotong royong, kepatuhan hukum, kepatuhan membayar pajak,
kesantunan, kepedulian, dan lainlain)
2. Nilai
–nilai Pancasila belum menjadi acuan sikap dan perilaku sehari-hari (perilaku
jalan pintas, tindakan serba instan, menyontek, plagiat, tidak disiplin, tidak
jujur, malas, kebiasaan merokok di tempat umum, buang sampah sembarangan, dan
lain-lain)
3. Rasa
nasionalisme dan patriotisme yang luntur dan memudar (lebih menghargai dan
mencintai bangsa asing
4. Lebih
bangga menggunakan bendera asing dari pada bendera merah putih
5. Menyukai
simbol-simbol asing daripada lambang/simbol bangsa sendiri
Tantangan
dan masalah yang dihadapi terkait dengan Pancasila telah banyak mendapat
tanggapan dan analisis sejumlah pakar. Seperti Azyumardi Azra (Tilaar, 2007),
menyatakan bahwa saat ini Pancasila sulit dan dimarginalkan di dalam semua
kehidupan masyarakat Indonesia karena: (1) Pancasila dijadikan sebagai
kendaraan politik; (2) adanya liberalisme politik; dan (3) lahirnya
desentralisasi atau otonomi daerah.
Menurut
Tilaar (2007), Pancasila telah terlanjur tercemar dalam era Orde Baru yang
telah menjadikan Pancasila sebagai kendaraan politik untuk mempertahankan
kekuasaan yang ada. Liberalisme politik terjadi pada saat awal reformasi yakni
pada pasca pemerintahan Orde Baru. Pada saat itu, ada kebijakan pemerintahan
Presiden Habibie yang menghapuskan ketentuan tentang Pancasila sebagai satu-satunya
asas untuk organisasi kemasyarakatan termasuk organisasi partai politik.
Pada
hakikatnya, semua unsur formal identitas nasional, baik yang langsung maupun
secara tidak langsung diterapkan, perlu dipahami, diamalkan, dan diperlakukan
sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku. Permasalahannya terletak
pada sejauh mana warga negara Indonesia memahami dan menyadari dirinya sebagai
warga negara yang baik yang beridentitas sebagai warga negara Indonesia.
E. Mendeskripsikan Esensi dan Urgensi Identitas
Nasional Indonesi
Mungkin
antara individu yang satu dengan yang lain memiliki perbedaan keinginan atau
tujuan. Namun, secara naluriah atau umumnya manusia memiliki kebutuhan yang
sama, yakni kebutuhan yang bersifat fisik atau jasmaniah, seperti kebutuhan
makan dan minum untuk kelangsungan hidup dan kebutuhan psikis (rohaniah),
seperti kebutuhan akan penghargaan, penghormatan, pengakuan, dan lain-lain.
Apabila disimpulkan, individu manusia perlu dikenali dan mengenali orang lain
adalah untuk memenuhi dan menjaga kebutuhan hidupnya agar kehidupannya dapat
berlangsung hingga akhirnya dipanggil oleh Tuhan Yang Maha Kuasa atau meninggal
dunia. Demikianlah, pentingnya identitas diri sebagai individu manusia.
Apabila
kita sudah dikenal oleh bangsa lain maka kita dapat melanjutkan perjuangan
untuk mampu eksis sebagai bangsa sesuai dengan fitrahnya. Kedua, identitas
nasional bagi sebuah negara-bangsa sangat penting bagi kelangsungan hidup
negarabangsa tersebut. Tidak mungkin negara dapat hidup sendiri sehingga dapat
eksis. Setiap negara seperti halnya individu manusia tidak dapat hidup
menyendiri.
Negara
Indonesia berhasil melepaskan diri dari kekuasaan asing, lalu menyatakan
kemerdekaannya. Para pendiri negara segera menyiarkan atau mengabarkan kepada
negara dan bangsa lain agar mereka mengetahui bahwa di wilayah nusantara telah
berdiri Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang merdeka, bersatu,
berdaulat dengan citacita besar menjadi negara yang adil dan makmur.
Untuk
memperkokoh identitas nasional dalam konteks hubungan internasional, setiap
negara memiliki bendera negara, lambang negara, bahasa negara, dan lagu
kebangsaan. Dengan identitas-identitas tersebut, maka NKRI akan semakin kokoh
dan semakin dikenal oleh bangsa dan masyarakat dunia.
Ketiga,
identitas nasional penting bagi kewibawaan negara dan bangsa Indonesia. Dengan
saling mengenal identitas, maka akan tumbuh rasa saling hormat, saling
pengertian (mutual understanding), tidak ada stratifikasi dalam kedudukan
antarnegara-bangsa. Dalam berhubungan antarnegara tercipta hubungan yang
sederajat/sejajar, karena masingmasing mengakui bahwa setiap negara berdaulat
tidak boleh melampaui kedaulatan negara lain
F.
Rangkuman tentang Identitas Nasional
1. Identitas nasional dibentuk oleh dua kata
dasar, ialah “identitas” dan “nasional”. identitas berasal dari bahasa Inggris
identity yang secara harfiah berarti jati diri, ciri-ciri, atau tanda-tanda
yang melekat pada seseorang atau sesuatu sehingga mampu membedakannya dengan
yang lain.
2.
Dalam konteks pendidikan kewarganegaraan, identitas nasional lebih dekat dengan
arti jati diri yakni ciri-ciri atau karakteristik, perasaan atau keyakinan
tentang kebangsaan yang membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa lain.
3.
Identitas nasional sebagai identitas bersama suatu bangsa dapat dibentuk oleh
beberapa faktor yang meliputi: primordial, sakral, tokoh, bhinneka tunggal ika,
sejarah, perkembangan ekonomi dan kelembagaan
4.
Identitas nasional Indonesia menunjuk pada identitas-identitas yang sifatnya
nasional, bersifat buatan karena dibentuk dan disepakati dan sekunder karena
sebelumnya sudah terdapat identitas kesukubangsaan dalam diri bangsa Indonesia
5.
Bendera Negara Indonesia, Bahasa Negara, dan Lambang Negara, serta Lagu
Kebangsaan merupakan identitas nasional bagi negarabangsa Indonesia yang telah
diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 24 Tahun 2009
Tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.
6.
Secara historis, identitas nasional Indonesia ditandai ketika munculnya
kesadaran rakyat Indonesia sebagai bangsa yang sedang dijajah oleh bangsa asing
pada tahun 1908 yang dikenal dengan masa Kebangkitan Nasional (Bangsa).
7.
Pembentukan identitas nasional melalui pengembangan kebudayaan Indonesia telah
dilakukan jauh sebelum kemerdekaan, yakni melalui kongres kebudayaan 1918 dan
Kongres bahasa Indonesia I tahun 1938 di Solo
8.
Secara sosiologis, identitas nasional telah terbentuk dalam proses interaksi,
komunikasi, dan persinggungan budaya secara alamiah baik melalui perjalanan
panjang menuju Indonesia merdeka maupun melalui pembentukan intensif pasca
kemerdekaan.
9.
Secara politis, bentuk identitas nasional Indonesia menjadi penciri atau
pembangun jati diri bangsa Indonesia yang meliputi bendera negara Sang Merah
Putih.
10.
Warisan jenius yang tidak ternilai harganya dari para the founding fathers
adalah Pancasila
11.
Identitas nasional sangat penting bagi bangsa Indonesia karena (1) bangsa
Indonesia dapat dibedakan dan sekaligus dikenal oleh bangsa lain; (2) identitas
nasional bagi sebuah negara-bangsa sangat penting bagi kelangsungan hidup
negara-bangsa tersebut karena dapat mempersatukan negara-bangsa; dan (3)
identitas nasional penting bagi kewibawaan negara dan bangsa Indonesia sebagai
ciri khas bangsa.
BAB III
BAGAIMANA URGENSI INTEGRASI
NASIONAL SEBAGAI SALAH SATU PARAMETER PERSATUAN DAN KESATUAN BANGSA
Dalam
mengarungi kehidupannya, sebuah negara-bangsa (nation state) selalu dihadapkan
pada upaya bagaimana menyatukan keanekaragaman orang–orang yang ada di dalamnya
agar memiliki rasa persatuan, kehendak untuk bersatu dan secara bersama
bersedia membangun kesejahteraan untuk bangsa yang bersangkutan.
A. Menelusuri Konsep dan Urgensi
Integrasi Nasional
1. Makna Integrasi Nasional
Etimologi adalah studi yang mempelajari asal usul
kata, sejarahnya dan juga perubahan yang terjadi dari kata itu. Pengertian
etimologi dari integrasi nasional berarti mempelajari asal usul kata pembentuk
istilah tersebut.
Terminologi dapat diartikan penggunaan kata sebagai
suatu istilah yang telah dihubungkan dengan konteks tertentu. Konsep integrasi
nasional dihubungkan dengan konteks tertentu dan umumnya dikemukakan oleh para
ahlinya
Istilah Integrasi nasional dalam bahasa Inggrisnya
adalah “national integration”. "Integration" berarti kesempurnaan
atau keseluruhan. Kata ini berasal dari bahasa latin integer, yang berarti utuh
atau menyeluruh, Kurana (2010) menyatakan integrasi nasional adalah kesadaran
identitas bersama di antara warga negara
2. Jenis Integrasi
Tentang pengertian integrasi ini, Myron Weiner dalam
Ramlan Surbakti (2010) lebih cocok menggunakan istilah integrasi politik
daripada integrasi nasional. menurutnya integrasi politik adalah penyatuan
masyarakat dengan sistem politik.
Menurut Suroyo (2002), integrasi nasional
mencerminkan proses persatuan orang-orang dari berbagai wilayah yang berbeda,
atau memiliki berbagai perbedaan baik etnisitas, sosial budaya, atau latar
belakang ekonomi, menjadi satu bangsa (nation) terutama karena pengalaman
sejarah dan politik yang relatif sama, berdasar pendapat ini, integrasi
nasional meliputi: 1) Integrasi politik, 2) Integrasi ekonomi, dan 3) integrasi
sosial budaya:
a. Integrasi Politik
Dalam tataran integrasi politik terdapat dimensi
vertikal dan horizontal. Dimensi yang bersifat vertikal menyangkut hubungan
elit dan massa, baik antara elit politik dengan massa pengikut, atau antara
penguasa dan rakyat guna menjembatani celah perbedaan dalam rangka pengembangan
proses politik yang partisipatif.
b. Integrasi Ekonomi
Integrasi ekonomi berarti terjadinya saling
ketergantungan antar daerah dalam upaya memenuhi kebutuhan hidup rakyat. Adanya
saling ketergantungan menjadikan wilayah dan orang-orang dari berbagai latar
akan mengadakan kerjasama yang saling menguntungkan dan sinergis.
c. Integrasi sosial budaya
Integrasi ini merupakan proses penyesuaian
unsur-unsur yang berbeda dalam masyarakat sehingga menjadi satu kesatuan. Unsur-unsur
yang berbeda tersebur dapat meliputi ras, etnis, agama bahasa, kebiasaan,
sistem nilai, dan lain sebagainya.
3. Pentingnya Integrasi nasional
Menurut Myron Weiner dalam Surbakti (2010), dalam
negara merdeka, faktor pemerintah yang berkeabsahan (legitimate) merupakan hal
penting bagi pembentukan negara-bangsa. Hal ini disebabkan tujuan negara hanya
akan dapat dicapai apabila terdapat suatu pemerintah yang mampu menggerakkan
dan mengarahkan seluruh potensi masyarakat agar mau bersatu dan bekerja bersama
Negara-bangsa baru, seperti halnya Indonesia setelah
tahun 1945, membangun integrasi juga menjadi tugas penting. Ada dua hal yang
dapat menjelaskan hal ini. Pertama, pemerintah kolonial Belanda tidak pernah
memikirkan tentang perlunya membangun kesetiaan nasional dan semangat
kebangsaan pada rakyat Indonesia, kedua, bagi negara-negara baru, tuntutan
integrasi ini juga menjadi masalah pelik bukan saja karena perilaku pemerintah
kolonial sebelumnya, tetapi juga latar belakang bangsa yang bersangkutan.
Ditinjau dari keragaman etnik dan ikatan primordial
inilah pembangunan integrasi bangsa menjadi semakin penting. Ironisnya bahwa
pembangunan integrasi nasional selalu menghadapi situasi dilematis seperti
terurai di depan. Setiap penciptaan negara yang berdaulat dan kuat juga akan
semakin membangkitkan sentimen primordial yang dapat berbentuk gerakan
separatis, rasialis atau gerakan keagamaan.
4. Integrasi versus Disintegrasi
Kebalikan dari integrasi adalah disintegrasi. Jika
integrasi berarti penyatuan, keterpaduan antar elemen atau unsur yang ada di
dalamnya, disintegrasi dapat diartikan ketidakpaduan, keterpecahan di antara
unsur unsur yang ada.
Disintegrasi bangsa adalah memudarnya kesatupaduan
antar golongan, dan kelompok yang ada dalam suatu bangsa yang bersangkutan.
Gejala disintegrasi merupakan hal yang dapat terjadi di masyarakat.
B. Menanya Alasan Mengapa Diperlukan
Integrasi Nasional
C. Menggali Sumber Historis,
Sosiologis, Politik tentang Integrasi Nasional
Mengintegrasikan bangsa umumnya menjadi tugas
pertama bagi negara yang baru merdeka. Hal ini dikarenakan negara baru tersebut
tetap menginginkan agar semua warga yang ada di dalam wilayah negara bersatu
untuk negara yang bersangkutan.
1. Perkembangan sejarah integrasi di Indonesia
Menurut Suroyo (2002), ternyata sejarah menjelaskan
bangsa kita sudah mengalami pembangunan integrasi sebelum bernegara Indonesia
yang merdeka, ada tiga model integrasi dalam sejarah perkembangan integrasi di
Indonesia, yakni 1) model integrasi imperium Majapahit, 2) model integrasi
kolonial, dan 3) model integrasi nasional Indonesia.
a. Model integrasi imperium Majapahit
Model integrasi pertama ini bersifat kemaharajaan
(imperium) Majapahit. Struktur kemaharajaan yang begitu luas ini berstruktur
konsentris.
b. Model integrasi kolonial
Model integrasi kedua atau lebih tepat disebut
dengan integrasi atas wilayah Hindia Belanda baru sepenuhnya dicapai pada awal
abad XX dengan wilayah yang terentang dari Sabang sampai Merauke.
c. Model integrasi nasional Indonesia
Model integrasi ketiga ini merupakan proses
berintegrasinya bangsa Indonesia sejak bernegara merdeka tahun 1945, integrasi
model ketiga dimaksudkan untuk membentuk kesatuan yang baru yakni bangsa
Indonesia yang merdeka, memiliki semangat kebangsaan (nasionalisme) yang baru
atau kesadaran kebangsaan yang baru.
Model integrasi nasional ini diawali dengan
tumbuhnya kesadaran berbangsa khususnya pada diri orang-orang Indonesia yang
mengalami proses pendidikan sebagai dampak dari politik etis pemerintah
kolonial Belanda. Para kaum terpelajar ini mulai menyadari bahwa bangsa mereka
adalah bangsa jajahan yang harus berjuang meraih kemerdekaan jika ingin menjadi
bangsa merdeka dan sederajat dengan bangsa-bangsa lain. Mereka berasal dari
berbagai daerah dan suku bangsa yang merasa sebagai satu nasib dan penderitaan
sehingga bersatu menggalang kekuatan bersama. Misalnya, Sukarno berasal dari
Jawa, Mohammad Hatta berasal dari Sumatera, AA Maramis dari Sulawesi, Tengku
Mohammad Hasan dari Aceh.
Dalam sejarahnya, penumbuhan kesadaran berbangsa
tersebut dilalui dengan tahapan-tahapan:
1) Masa Perintis
Masa perintis adalah masa mulai dirintisnya semangat
kebangsaan melalui pembentukan organisasi-organisasi pergerakan
2) Masa Penegas
Masa penegas adalah masa mulai ditegaskannya
semangat kebangsaan pada diri bangsa Indonesia yang ditandai dengan peristiwa
Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928.
3) Masa Percobaan
Bangsa Indonesia melalui organisasi pergerakan
mencoba meminta kemerdekaan dari Belanda.
4) Masa Pendobrak
Pada masa tersebut semangat dan gerakan kebangsaan
Indonesia telah berhasil mendobrak belenggu penjajahan dan menghasilkan kemerdekaan.
Kemerdekaan bangsa Indonesia diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Sejak
saat itu bangsa Indonesia menjadi bangsa merdeka, bebas, dan sederajat dengan
bangsa lain.
Dari sisi politik, proklamasi kemerdekaan 17 Agustus
1945 merupakan pernyatan bangsa Indonesia baik ke dalam maupun ke luar bahwa
bangsa ini telah merdeka, bebas dari belenggu penjajahan, dan sederajat dengan
bangsa lain di dunia.
2. Pengembangan integrasi di Indonesia
Howard Wriggins dalam Muhaimin & Collin
MaxAndrews (1995) menyebut ada lima pendekatan atau cara bagaimana para
pemimpin politik mengembangkan integrasi bangsa. Kelima pendekatan yang
selanjutnya kita sebut sebagai faktor yang menentukan tingkat integrasi suatu
negara: 1) Adanya ancaman dari luar, 2) Gaya politik kepemimpinan, 3) Kekuatan
lembaga–lembaga politik, 4) Ideologi Nasional, dan 5) Kesempatan pembangunan
ekonomi
a. Adanya ancaman dari luar
Adanya ancaman dari luar dapat menciptakan integrasi
masyarakat. Masyarakat akan bersatu, meskipun berbeda suku, agama dan ras
ketika menghadapi musuh bersama, Suatu bangsa yang sebelumnya berseteru dengan
saudara sendiri, suatu saat dapat berintegrasi ketika ada musuh negara yang
datang atau ancaman bersama yang berasal dari luar negeri
b. Gaya politik kepemimpinan
Gaya politik para pemimpin bangsa dapat menyatukan
atau mengintegrasikan masyarakat bangsa tersebut. Pemimpin yang karismatik,
dicintai rakyatnya dan memiliki jasa-jasa besar umumnya mampu menyatukan
bangsanya yang sebelumya tercerai berai. Misal Nelson Mandela dari Afrika
Selatan.
c. Kekuatan lembaga- lembaga politik
Lembaga politik, misalnya birokrasi, juga dapat
menjadi sarana pemersatu masyarakat bangsa. Birokrasi yang satu dan padu dapat
menciptakan sistem pelayanan yang sama, baik, dan diterima oleh masyarakat yang
beragam. Pada akhirnya masyarakat bersatu dalam satu sistem pelayanan.
d. Ideologi Nasional
Ideologi merupakan seperangkat nilai-nilai yang
diterima dan disepakati. Ideologi juga memberikan visi dan beberapa panduan
bagaimana cara menuju visi atau tujuan itu. Jika suatu masyarakat meskipun
berbeda-beda tetapi menerima satu ideologi yang sama maka memungkinkan
masyarakat tersebut bersatu.
e. Kesempatan pembangunan ekonomi
Jika pembangunan ekonomi berhasil dan menciptakan
keadilan, maka masyarakat bangsa tersebut bisa menerima sebagai satu kesatuan.
Namun jika ekonomi menghasilkan ketidakadilan maka muncul kesenjangan atau
ketimpangan. Orang–orang yang dirugikan dan miskin sulit untuk mau bersatu atau
merasa satu bangsa dengan mereka yang diuntungkan serta yang mendapatkan
kekayaan secara tidak adil.
Sunyoto Usman (1998) menyatakan bahwa suatu kelompok
masyarakat dapat terintegrasi, apabila:
1. Masyarakat dapat menemukan dan menyepakati
nilai-nilai fundamental yang dapat dijadikan rujukan bersama.
2. Masyarakat terhimpun dalam unit sosial sekaligus,
memiliki “cross cutting affiliation” sehingga menghasilkan “cross cutting
loyality”.
3. Masyarakat berada di atas memiliki sifat saling
ketergantungan di antara unit-unit sosial yang terhimpun di dalamnya dalam
memenuhi kebutuhan ekonomi.
Pendapat lain menyebutkan, integrasi bangsa dapat
dilakukan dengan dua strategi kebijakan yaitu “policy assimilasionis” dan
“policy bhinneka tunggal ika” (Sjamsudin, 1989). Strategi pertama dengan cara
penghapusan sifatsifat kultural utama dari komunitas kecil yang berbeda menjadi
semacam kebudayaan nasional. Asimilasi adalah pembauran dua kebudayaan yang
disertai dengan hilangnya ciri khas kebudayaan asli sehingga membentuk
kebudayaan baru.
Kebijakan strategi yang sebaiknya dilakukan di
Indonesia
Memperkuat nilai bersama
Membangun fasilitas
Menciptakan musuh bersama
Memperkokoh lembaga politik
Membuat organisasi untuk bersama
Menciptakan ketergantungan ekonomi antar kelompok
Mewujudkan
kepemimpinan yang kuat
Menghapuskan identitas-identitas lokal
Membaurkan antar tradisi dan budaya lokal
Menguatkan identitas nasional
Membangun fasilitas infrastruktur seperti jalan,
gedung pertemuan, lapangan olahraga, dan pasar merupakan contoh kebijakan
penyelenggara negara yang memungkinkan mampu mengintegrasikan masyarakatnya.
Pajak
sebagai instrumen memperkokoh Integrasi Nasional
Salah satu tujuan negara Republik Indonesia
sebagaimana tersebut dalam alenia ke empat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
adalah “memajukan kesejahteraan umum”. Kesejahteraan umum akan dapat dicapai
atau akan lebih cepat dicapai, apabila keuangan negara sehat, atau dengan kata
lain negara memiliki dana yang cukup untuk membiayai seluruh kegiatan yang
diperlukan untuk menunjang tujuan negara “memajukan kesejahteraan umum”
tersebut.
D. Membangun Argumen tentang Dinamika
dan Tantangan Integrasi Nasional
1.
Dinamika integrasi nasional di Indonesia
Sejak
kita bernegara tahun 1945, upaya membangun integrasi secara terus-menerus
dilakukan. Terdapat banyak perkembangan dan dinamika dari integrasi yang
terjadi di Indonesia.
Dinamika
itu bisa kita contohkan peristiswa integrasi berdasar 5 (lima) jenis integrasi:
a.
Integrasi bangsa
Tanggal
15 Agustus 2005 melalui MoU (Memorandum of Understanding) di Vantaa, Helsinki,
Finlandia, pemerintah Indonesia berhasil secara damai mengajak Gerakan Aceh
Merdeka (GAM) untuk kembali bergabung dan setia memegang teguh kedaulatan
bersama Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
b.
Integrasi wilayah
Melalui
Deklarasi Djuanda tanggal 13 Desember 1957, pemerintah Indonesia mengumumkan
kedaulatan wilayah Indonesia yakni lebar laut teritorial seluas 12 mil diukur
dari garis yang menghubungkan titik-titik ujung yang terluar pada pulau-pulau
Negara Indonesia.
c.
Integrasi nilai
Nilai
apa yang bagi bangsa Indonesia merupakan nilai integratif? Jawabnya adalah
Pancasila. Pengalaman mengembangkan Pancasila sebagai nilai integratif
terus-menerus dilakukan, misalnya, melalui kegiatan pendidikan Pancasila baik dengan
mata kuliah di perguruan tinggi dan mata pelajaran di sekolah.
d.
Integrasi elit-massa
Dinamika
integrasi elit–massa ditandai dengan seringnya pemimpin mendekati rakyatnya
melalui berbagai kegiatan. Misalnya kunjungan ke daerah, temu kader PKK, dan
kotak pos presiden. Kegiatan yang sifatnya mendekatkan elit dan massa akan
menguatkan dimensi vertikal integrasi nasional.
e.
Integrasi tingkah laku (perilaku integratif).
Mewujudkan
perilaku integratif dilakukan dengan pembentukan lembagalembaga politik dan
pemerintahan termasuk birokrasi. Dengan lembaga dan birokrasi yang terbentuk
maka orang-orang dapat bekerja secara terintegratif dalam suatu aturan dan pola
kerja yang teratur, sistematis, dan bertujuan.
2.
Tantangan dalam membangun integrasi
Dalam
upaya mewujudkan integrasi nasional Indonesia, tantangan yang dihadapi datang
dari dimensi horizontal dan vertikal. Dalam dimensi horizontal, tantangan yang
ada berkenaan dengan pembelahan horizontal yang berakar pada perbedaan suku,
agama, ras, dan geografi. Terkait dengan dimensi horizontal ini, salah satu
persoalan yang dialami oleh negara-negara berkembang termasuk Indonesia dalam
mewujudkan integrasi nasional adalah masalah primordialisme yang masih kuat.
Tantangan
dari dimensi vertikal dan horizontal dalam integrasi nasional Indonesia
tersebut semakin tampak setelah memasuki era reformasi tahun 1998. Konflik
horizontal maupun vertikal sering terjadi bersamaan dengan melemahnya otoritas
pemerintahan di pusat. Kebebasan yang digulirkan pada era reformasi sebagai
bagian dari proses demokratisasi telah banyak disalahgunakan oleh
kelompok-kelompok dalam masyarakat untuk bertindak seenaknya sendiri.
Keinginan
yang kuat dari pemerintah untuk mewujudkan aspirasi masyarakat, kebijakan
pemerintah yang sesuai dengan kebutuhan dan harapan masyarakat, dukungan
masyarakat terhadap pemerintah yang sah, dan ketaatan warga masyarakat
melaksanakan kebijakan pemerintah adalah pertanda adanya integrasi dalam arti
vertikal. Sebaliknya kebijakan demi kebijakan yang diambil oleh pemerintah yang
tidak/kurang sesuai dengan keinginan dan harapan masyarakat serta penolakan
sebagian besar warga masyarakat terhadap kebijakan pemerintah menggambarkan
kurang adanya integrasi vertikal.
E. Mendeskripsikan Esensi dan Urgensi
Integrasi Nasional
Masyarakat
yang terintegrasi dengan baik merupakan harapan bagi setiap negara. Sebab
integrasi masyarakat merupakan kondisi yang sangat diperlukan bagi negara untuk
membangun kejayaan nasional demi mencapai tujuan yang diharapkan. Integrasi
masyarakat yang sepenuhnya memang sesuatu yang tidak mungkin diwujudkan, karena
setiap masyarakat di samping membawa potensi integrasi juga menyimpan potensi
konflik atau pertentangan. Persamaan kepentingan, kebutuhan untuk bekerjasama,
serta konsensus tentang nilai-nilai tertentu dalam masyarakat, merupakan
potensi yang mengintegrasikan.
F. Rangkuman tentang Integrasi
Nasional Indonesia
1.
Integrasi nasional berasal dari kata integrasi dan nasional. Integrasi berarti
memberi tempat dalam suatu keseluruhan.
2.
Integrasi nasional merupakan proses mempersatukan bagian-bagian, unsur atau
elemen yang terpisah dari masyarakat menjadi kesatuan yang lebih bulat,
sehingga menjadi satu nation (bangsa).
3.
Jenis jenis integrasi mencakup 1) integrasi bangsa, 2) integrasi wilayah, 3)
integrasi nilai, 4) integrasi elit-massa, dan 5) integrasi tingkah laku
(perilaku integratif).
4.
Dimensi integrasi mencakup integrasi vertikal dan horizontal, sedang aspek
integrasi meliputi aspek politik, ekonomi, dan sosial budaya.
5.
Integrasi berkebalikan dengan disintegrasi.
6.
Model integrasi yang berlangsung di Indonesia adalah model integrasi imperium
Majapahit, model integrasi kolonial, dan model integrasi nasional Indonesia.
7.
Pengembangan integrasi dapat dilakukan melalui lima strategi atau pendekatan
yakni 1) Adanya ancaman dari luar, 2) Gaya politik kepemimpinan, 3) Kekuatan
lembaga–lembaga politik, 4) Ideologi Nasional, dan 5) Kesempatan pembangunan
ekonomi.
8.
Integrasi bangsa diperlukan guna membangkitkan kesadaran akan identitas
bersama, menguatkan identitas nasional, dan membangun persatuan bangsa. G